Di artikel sebelumnya,
tertulis mengenai tahap prapenulisan. Sekarang, kita masuk ke tahap penulisa.
Di tahap ini bahan-bahan yang sebelum ada di tahap prapenulisan akan segera dituangkan
dalam bentuk tulisan.
Kerangka yang telah dibentuk
mulai dijadikan sebagai rangkaian cerita yang menjadi satu kesatuan yang nyata.
Dengan berpedoman pada karangan, kita bisa mengetahui patok-patok mana yang harus
dipatuhi, mana patok cerita yang melanggar dari kerangka itu sendiri. Pengekspresian
ide pada tahap penulisan ini membutuhkan dorongan, semangat, dan ketelatenan dari
penulis sendiri. Karena tidak jarang, saat menulis sebuah cerita, penulis mendadak
tidak mood, merasa frustasi, jengkel, dan akhirnya tidak lagi melanjutkan naskah
ceritanya.
Musuh utama pada seorang
penulis adalah dirinya sendiri, bagaimana dia mampu mengendalikan kemalasan serta
rasa frustasi karena kejengkelannya akibat naskahnya tidak selesai juga. Disarankan,
bila memang penulis tengah mengalami writer’s
block, untuk istirahat sejenak sebelum melanjutkan tulisannya. Hal itu dilakukan,
supaya si penulis tidak menghancurkan karyanya sendiri, karena... saat dalam emosi
labil atau tekanan, kemungkinan si penulis menganggap karyanya sangat buruk, pasti
sangat besar.
Namun, bukankah karya pertama
memang tidak dimaksudkan untuk menjadi yang terbaik?
Di sinilah, revisi akan
berperan. Setelah tahap penulisan dan penulis berhasil menyelesaikan naskah ceritanya,
maka dimulailah tahap merevisi naskah. Disarankan untuk mengambil tenggat waktu
dari selesai penulisan dan awal mulai untuk mengedit. Di revisi ini, penulisa akan
membaca tulisan berulang-ulang, membereskan cerita yang kurang masuk akal, menambahi
atau menambal bagian-bagian cerita yang dirasa kurang memuaskan, kemudian memotong
atau memangkas cerita yang dianggap tidak perlu. Dari sini, proses kreatif kedua
dijalankan.
Selamat menulis!